Menolak Pilpres Primordial


Ketika capres tertentu dituduh keturunan Tionghoa dan Kristen akhir-akhir ini, saya sadar Pilpres ini lebih menjengkelkan dari yang saya bayangkan. Sila cek linimasa media sosialmu, ada sederet kampanye yang sebagian besarnya bertemakan suku dan agama. Mulai dari foto, teks, hingga berita yang isinya rumor semata. Ia mengundang banyak pihak berdebat panjang yang melibatkan dalil-dalil kitab suci.

Sementara itu, saya mencari di linimasa Facebook saya perdebatan visi-misi capres dan tidak menemukannya. Tidak ada yang membahas 9 halaman visi-misi Prabowo-Hatta atau 42 halaman visi-misi Jokowi-JK. Sepertinya kita memang lebih gemar mengorek iman calon pemimpin ketimbang programnya menjaga kedaulatan pangan. Kita juga lebih tertarik dengan warna kulit calon pemimpin ketimbang caranya menjamin hak azasi manusia.

Buat saya, suku dan agama tidak pernah menjamin apa-apa. Saya kenal orang Batak yang galak, juga yang tidak. Saya kenal orang Kristen jahat, juga yang baik. Sifat baik dan buruk ada di semua pemeluk agama. Siapa yang bisa menjamin orang yang rajin ibadah tidak akan korup, ketika seorang menteri agama yang pernah naik haji pun jadi tersangka korupsi? Maka tidak ada hubungan antara suku dan agama seseorang dengan sikapnya.

Kampanye yang menjual satu agama pun telah melukai Indonesia. Ini karena presiden yang terpilih nanti akan memimpin negara yang didirikan bukan oleh satu pemeluk agama. Ia akan memimpin Indonesia yang memiliki ratusan kepercayaan, suku, etnis, dan budaya. Ia tidak hanya memimpin mayoritas Islam di Jawa, tapi juga Katholik di Nusa Tenggara Timur, Protestan di Sulawesi, Hindu di Bali. Ia akan jadi milik bersama bagi seluruh warga negara apapun agamanya.

Kadang kita tidak ingat bahwa Pilpres bukanlah urusan dua bulan, tapi membentuk Indonesia 5 tahun ke depan. Karena itu kampanye bernuansa SARA akan berbahaya buat Indonesia. Jika materi kampanye kita tidak berubah, saya kuatir kita terjebak prasangka yang sama bahkan ketika 9 Juli sudah selesai. Ini harus dihentikan sekarang juga.

Saya mengajak pendukung kedua belah pihak, Prowo atau Projo, untuk berhenti menjadikan agama dan suku barang dagangan. Berhentilah hanya memikirkan suku dan agama, ajaklah akal sehat turut serta. Buang jauh embel-embel etnis dan suku. Sementara dalil agama bisa tetap digunakan untuk mencari kriteria pemimpin bersifat luhur, lalu cari orang yang cocok dengan daftar itu. Jangan pilih orangnya dahulu baru mencari teks suci yang membenarkan pilihanmu.

Mari mulai dengan membahas program yang kedua capres ini tawarkan. Lihat program hak azasi manusia, kedaulatan bangsa, ekonomi dan infrastruktur, ketahanan pangan dan kesejahteraan sosial, jaminan terhadap kelompok rentan, kesetaraan gender, juga layanan pendidikan dan kesehatan. Unduh di situs KPU sekarang. Lalu kita bisa berdebat secara jernih dan produktif.***

Foto milik www.postkotanews.com

Comments