Apakah Propaganda LGBT Betul Ada?

Ienes Angela (Foto: Rio Tuasikal / KBR 68H)

Istilah “Propaganda LGBT” mencuat terutama setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta UNDP menghentikan aliran dana untuk kelompok pelangi. Kelompok LGBT dituding melakukan gerakan masif yang disebut kelompok heteroseksual sebagai “agenda LGBT”.  

Namun apakah itu propaganda LGBT? Simak wawancara antara Jurnalis KBR Rio Tuasikal dengan Ienes Angela, transgender yang bekerja di organisasi penanggulangan HIV/AIDS, GWL-INA.

Bagaimana Anda menanggapi pernyataan Jusuf Kalla?

Mungkin dia berfikir NGO – karena bukan pemerintah – adalah oposisi.  Padahal kita membantu kerja pemerintah dan capaian pemerintah. Jembrengin deh SDGs (Sustainable Development Goals, Target Pembangunan Berkelanjutan) ada ratusan butir. Kalau pemerintah mau buka mata, itu target kerja pemerintah. Sebetulnya apa yang kami lakukan membantu butir-butir itu. Misalnya butir menurunkan angka HIV/AIDS. Mereka malah berpikirnya kami propaganda, membuat gerakan yang masif. 

Lalu ke manakah sebetulnya dana dari UNDP?

UNDP kan United Nations Development Program. Kalau di Indonesia kan kayak Kemenko-PMK. Mereka tidak spesial memberi dana untuk LGBT, ada banyak dan salah satunya adalah penanggulangan HIV. Kebetulan, organisasi saya ini menyasar gay, waria, dan lelaki seks lelaki yang masuk populasi kunci HIV, tapi malah LGBT yang disorot. Padahal UNDP memberikan dana untuk kesehatan dan HIV. UNDP juga bekerjasama dengan Kemenkes untuk membuat layanan itu lebih ramah.  

Bagaimana jika Jusuf Kalla minta dana bantuan itu dihentikan?

Sebenarnya nggak hanya dari UNDP. Silakan saja dia mau stop seluruh bantuan internasional dari mana pun. Nggak cuma dari UNDP atau USAID. Kalau memang pemerintah bisa menyediakan sendiri apa yang komunitas butuhkan – terlepas komunitas LGBT atau bukan – kalau memang bisa dicukupkan sendiri dari APBN, APBD, apa pun, tak masalah. Bantuan luar itu kan untuk mengisi dan menutupi celah. Dari yang pemerintah lakukan, ternyata kurangnya di sini dan ini tidak bisa dilakukan pemerintah tapi komunitas. Dana itu masuk untuk membiayai komunitas kerja ini. 

Bagaimana respon Anda terhadap istilah “propaganda LGBT”?

Kalau kita disebut kampanye, betul ini kampanye layanan. Bagaimana supaya layanan HIV/AIDS diakses komunitas kami.  Kami memang mencari LGBT yang tersembunyi. Kalau mereka tersembunyi dan tak berani mengakses layanan di luar, kami beritahukan ada layanan yang sudah ramah. Bisa akses ke sana dan nggak perlu takut rahasia terbongkar, baik terkait status HIV atau gay-nya. Bukan propaganda ke straight, jadi gay yuk biar kita angkanya makin gede. Bukan itu. 

Apakah masuk akal tuduhan bahwa LGBT menularkannya orientasi seksnya?

Ini bisa dijelaskan konsep penerimaan diri. Pada saat ada seseorang merasa dirinya berbeda, itu ada tahapannya. Ada tahapan satu di mana dia merasa berbeda dari orang lain. Tahap berikutnya dia akan mencari orang yang sama dengan dia, mulai mencari komunitasnya. Saat ini dia akan lebih intens datang ke komunitas. Momen itu yang dicap sama orang sebagai ‘ketularan’. Karena sering-sering ketemu orang itu akhirnya dia gay. Padahal sebelumnya itu ada dalam tingkatan penerimaan diri. Proses tiga tahap ini yang tidak dilihat orang.

Ada yang menuduh bahwa LGBT ingin menambah jumlahnya. Bagaimana?

Kalau memang ada LGBT yang merasa tidak yakin, galau, ya kita kuatkan. Bahwa menjadi homoseksual, transgender, gay, atau lesbian itu tidak salah selama kamu bisa berbuat positif. Dan program kami tidak ada urusan dengan heteroseksual.

Ditulis untuk portalkbr.com

Comments