Agama Sebagai Kata Kerja

Oleh Rio Tuasikal / @riotuasikal


Juli 2013, Paus Fransiskus mengajak para pastor untuk turun ke masyarakat, tidak di gereja saja. “Dari altar ke pasar,” demikian teman saya yang Katolik merangkumnya. Paus mengajak umatnya untuk pergi ke masyarakat yang paling dipinggirkan. Kemudian memberi mereka bantuan, melepaskan mereka dari kesusahan.

Ajakan Sri Paus membuka mata kita: selama ini agama telah kehilangan semangatnya. Agama yang harusnya mengangkat martabat manusia, kini sebatas nama dan malah berlaku sebaliknya. Ini adalah tamparan bagi agamawan yang selama ini sibuk dari mimbar ke mimbar, tapi tak pernah melakukan apa-apa bagi tetangganya. Mereka sibuk berdiskusi soal bagaimana Tuhan itu betul-betul Mahakuasa, sementara manusia-manusia ciptaan-Nya dibiarkan kelaparan di sini dan di sana.

Padahal, sejak awal kehadirannya, agama menetapkan misi jadi terang dunia. Pemuka agama mengaku akan membebaskan menusia dari keterpurukan, kebodohan dan penindasan. Tradisi agama mengajarkan kita untuk memperjuangkan keadilan dan kehormatan manusia, sebagaimana yang dilakukan Yesus dan Muhammad. Bahwa manusia adalah sepenuh-penuhnya harus dihormati, diperlakukan sebagaimana manusia. Sejak itulah agama punya visi kemanusiaan yang universal.

Kini, agama justru mandul soal kemanusiaan itu. Malahan, agama menjadi alasan-alasan baru untuk menurunkan derajat manusia. Lihatlah di Suriah, Myanmar, Mesir dan Indonesia, agama justru jadi alasan untuk orang melakukan kekerasan. Agama dipinjam untuk mengesahkan kebencian dan permusuhan. Akhirnya kita sibuk berkelahi dan saling menyalahkan. Kita sampai lupa masih ada orang yang tidur beralaskan kardus, di depan Alfamart yang telah tutup tiap malamnya!

Inilah apa yang orang sekular persisnya bicarakan. Itulah kritik dan cibiran kaum sekular sebab ternyata agama gagal menjawab persoalan abad ini. Justru, martabat manusia seperti HAM, kesetaraan gender, pluralisme budaya dan ekonomi yang adil adalah pembicaraan mereka-mereka ini. Isu-isu mengentaskan kemiskinan, menghapus kelaparan dari muka bumi, menolak kekerasan dan penindasan, dan upaya perdamaian dalam komunitas global, seluruhnya fasih keluar dari lidah-lidah tanpa ayat suci.

Kalau kata Bambang Sugiharto, agama dan ilmu pengetahuan yang sekular ibarat orang tua dan anak. Agama telah, dalam batasan tertentu, melahirkan pengetahuan. Kini, ilmu pengetahuan sudah tumbuh besar, mendewasa, kelewat mandiri dan akhirnya kebingungan dengan perilaku orangtuanya sendiri. Sebagaimana agama bingung dengan perilaku si ilmu. Maka keduanya hanya bisa diam dan saling ejek.

Barangkali itu satu dari banyak alasan orang yang kini memilih jadi agnostik, atau ateis. Jelas mereka kecewa, sebab problema sehari-hari mereka adalah masalah yang bisa gamblang dijelaskan oleh pengetahuan. Di sisi lain, agama menjadi ponggah, kekanakan dan gelagapan dalam menjawab pertanyaan. Maka ada berapa juta orang di luar sana yang akan melupakan agama bila pemeluk agama tidak juga bercermin dan belajar?

Jangan-jangan kita lupa, bahwa Tuhan bukanlah di mimbar semata. Jangan-jangan kita lupa, bahwa agama bukan hanya soal kitab suci, nabi-nabi, karma, ritual, tempat ibadah atau hari raya. Lebih dari itu, beragama bukan cuma soal berapa ayat suci yang Anda hapal. Beragama bukan soal berapa panjang cambang yang Anda miliki. Tapi bagaimana Anda, sebagai wakil Sang Pemilik di muka bumi, menjadi berguna bagi manusia lainnya.

Idenya sederhana : bagaimana misalnya Anda menyisihkan sepuluh ribu rupiah, membeli nasi goreng, lalu memberikannya pada tuna wisma yang tidur di trotoar yang Anda lewati malam ini. Bagaimana dengan meminjamkan uang pada teman yang perlu, meminjamkan jaket, menawari tumpangan, atau membantu orang yang jatuh dari motor lalu membelikannya air minum? Jika Anda melakukannya, agama bisa kembali dapatkan nafasnya, dan kaum sekular akan kehabisan bahan untuk dicerca.

Lalu kita semua, Islam, Kristen, Khonghucu, Hindu, Buddha, agama apa pun, kaum sekular atau pun agama, bisa selesai dengan ejekan dan mulai berpegangan tangan. Kita bersama-sama sibuk membantu orang yang masih kelaparan selanjutnya. Jadi, akankah Anda melakukan agama Anda, pada setiap manusia? []

Comments