#2 Loyalitas: Pada Pebisnis, Politisi, Pemodal atau Pemirsa?




Ketika jurnalis menulis berita, pada siapakah berita itu ia persembahkan? Saya berharap Anda tidak dengan gampangnya menjawab pembaca atau pemirsa. Secara normatif Anda benar. Namun situasinya sekarang tak semudah itu.

Media massa lahir karena masyarakat butuh informasi, dan di pundak wartawan itulah kepercayaan masyarakat akan kelangsungan hidupnya dititipkan. Lalu muncul pebisnis dan pemasang iklan. Kini berita dilihat sebagai barang yang dijual, kini ia bertabrakan dengan profit. Ada beberapa kasus berita terpaksa dipotong karena iklan akan lebih besar dipasang. Kadang berita terhadap perusahaan tertentu jadi bagus sebab ia memasang iklan di medianya. Televisi pun memasang banyak acara hiburan yang kontraproduktif dengan visi jurnalisme yang mencerdaskan.

Dalam Sembilan Elemen Jurnalisme, Bill Kovach menyebut akhir-akhir ini para redaktur media di Amerika Serikat mendapatkan bonus akhir tahun berdasarkan keuntungan perusahaan, bukan kualitas liputannya. Hal ini menggeser paradigma besar dalam memandang lembaga pers jadi sebagai mesin uang. Di Chicago Tribunne, pemiliknya tidak mau membisniskan redaksi. Dia membangun dua lift terpisah: untuk redaksi dan perusahaan. Pemiliknya tak mau pencari iklan satu lift dengan reporternya.

Lalu muncul politisi. Kadang jurnalis memberikan loyalitasnya pada walikota, presiden atau partai tertentu. Berita dibangun atas pernyataan yang dipelintir, porsi berita jadi berat sebelah. Jurnalis bisa menulis, atau tidak menulis berita, karena ia dipaksa oleh kepentingan politik tertentu.

Indonesia punya kondisi yang lebih buruk: Pebisnis adalah pemilik media, merangkap politisi. Ada bisik-bisik di bawah meja. Media pun akhirnya kawin dengan keuntungan ekonomi dan politik tertentu. Media meninggalkan satu-satunya pihak yang akhir-akhir ini merugi: pemirsa, pembaca.

TV telah mewakili keinginan pemodal, pebisnis dan politisi yang orangnya sama. Hari ini tvOne dan ANTV sibuk memasang gambar Aburizal Bakrie, pemiliknya yang juga ketua dan capres dari Golkar, juga pebisnis kelapa sawit dan properti. Lalu MNCTV, RCTI dan GlobalTV sibuk kampanyekan Harry Tanoe, cawapres dari Hanura, pemilik MNC Group dan pebisnis asuransi, plus Wirantonya. MetroTV sibuk promosikan Surya Paloh, pemiliknya, yang juga capres dari Nasdem.

Lalu di mana pemirsa? Mereka dibiarkan pergi ke televisi yang dimiliki bukan oleh politisi. Tertawa melihat Sule menggampar Aziz Gagap. Lalu Bergoyang Caesar. Lalu Soimah bertanya, “Masalah buat lo?”[]

Comments