Energi untuk Toleransi

photo by Temu Kebangsaan

Perdamaian tidaklah seperti jalan-jalan ke luar kota yang bisa direncanakan untuk terjadi esok. Tidak. 

Masih ada ratusan kasus intoleransi dan diskriminasi. Masih ada puluhan gereja yang disegel atau dirobohkan - di Bogor dan Singkil misalnya - atau masjid yang susah didirikan - seperti di Tolikara. belum lagi pengungsi Syiah dan Ahmadiyah yang tidak dipedulikan negara. 

Perdamaian adalah aspirasi panjang dan menguras energi. Dan, jujur saja, kadang kita merasa perlu berhenti sejenak untuk mengambil nafas dan kembali berjalan. 

Itulah yang saya dapatkan ketika mengikuti Temu Kebangsaan di Cico Resort, Bogor, 8-10 April kemarin. Ia ibarat charger yang mengisi baterai semangat ke posisi penuh 100%.

Saya bertemu dengan pribadi-pribadi seperti Riaz Muzaffar yang dengan senang hati menjawab pertanyaan mengenai Baha’i, Gilang Kusuma Achmadi yang merasa aman menyatakan dirinya sebagai Ahmadiyah, juga Rini Meilia Kania yang bangga sebagai Sunda Wiwitan.

Melihat mereka, juga 20 orang lainnya di Tim Keberagaman, saya merasa tak kehabisan tenaga. Antusiasme itu melimpah, tumpah ruah, dan menular. Kini saya bisa berjalan kembali, oh, bahkan berlari!

Akan selalu ada rasa bosan yang datang melanda. Bersamaan dengan itu, secara tidak terkira, akan selalu ada kawan-kawan dan pengalaman baru yang menawarkan energi untuk kembali pada cita-cita.

Saya percaya, bersama pemuda, toleransi akan selalu menemukan energinya.

Rio Tuasikal, Jurnalis Kantor Berita Radio (KBR68H) dan pegiat CINTAindonesia

Comments