Anak yang Menyapa Tuhan dari Bawah Payung
Teks dan foto oleh Rio Tuasikal / @riotuasikal
Keringat meluncur di pipi anak perempuan itu, dan dia hanya melahap es krim. Rambut ikalnya dikepang dua, berkemeja pink, tulisan di topinya menjelaskan dari mana dia berasal: HKBP Filadelfia.
Siang terik di seberang Istana Merdeka, Minggu (20/4). Ini adalah tahun ketiga jemaat HKBP Filadelfia dan GKI Yasmin merayakan Paskah di depan kantor presiden. Masih tanpa jawaban. Tiga keranjang telur Paskah mengisi altar yang dibuat dari meja plastik lipat. Bendera merah putih dipasang di kanan altar. Untuk kesekian kali, bendera menyaksikan jemaat dua gereja ini beribadah di jalanan aspal, memakai kursi plastik, berpayung warna warni yang lebar untuk menangkal panas.
Puluhan orang dewasa sedang menyanyikan pujian kristiani. Sementara anak perempuan tadi hanya duduk di barisan belakang. Sesekali dia menoleh ke kanan kiri. Sesekali dia mengobrol dengan temannya yang sebaya.
Namanya Asima Rohana Panjaitan, 8 tahun, kelas 3 Sekolah Dasar. Saat saya ajak ngobrol, saya ketahui dia puteri Palti Panjaitan, pendeta Gereja HKBP Filadelfia. Kata Asima, ini kali keempat dirinya beribadah di seberang istana.
Usai ibadah dua jam, Asima dapat sebutir telur Paskah yang dihias mata boneka dan ornamen biru. Dia juga mengambil beberapa biskuit warna-warni dan makanan ringan lain. Telur itu dia genggam sementara saya ajak berbincang.
“Nggak apa-apalah capek. Yang penting buat mempertahankan gereja,” katanya.
“Memang gerejanya kenapa?”
“Gerejanya itu lagi digembok. Gak boleh gereja di sana.”
Asima tidak tahu kenapa gerejanya digembok. Dia hanya tahu ada kelompok muslim yang mengawasinya. Kelompok itu suka duduk-duduk di sekitar lokasi gereja.
Asima ingat sekali malam Natal yang buruk, ketika ayahnya dan jemaat Filadelfia akan misa Natal di gereja. Jemaat dihalangi kelompok intoleran.
“Papahku penuh sama lumpur, kotoran kerbau sama air kencing. Motornya penuh dengan kotoran. Dilempari telur busuk,” tambah Asima. Bahkan kitab sucinya ikut rusak. Dia melihat Alkitab yang jadi kotor dan bau.
Asima tidak tega melihat ayahnya diperlakukan demikian.
Pengalaman mengenal kelompok muslim intoleran membuat Asima tak punya pilihan lain selain takut. Asima mengaku kadang kesal dengan muslim. “Soalnya yang Islam itu kadang-kadang bikin papaku stres,” katanya.
Asima tidak mencap seluruh muslim sebagai jahat. Dia bilang ada sebagian kelompok muslim yang baik. Tapi sekeras apa pun Asima mencoba, dirinya tak nyaman kapan pun melihat orang berjilbab.
“Aku takut. (Dulu) kalau ada acara-acara (gereja) di dekat rumah, aku tutup muka nggak mau kelihatan. Perjalanan ke gereja didemo,” ceritanya.
Asima makin takut dengan kelompok muslim karena mereka telah menghujat ayahnya. Suaranya gemetar ketika menjelaskan.
“Terus papa sampai dibilang gini sama orang Islam, ‘Lihat aja itu nanti, akan mati dia. Mati. Yakin. Ya kan? Hore’,” ujarnya.
Asima bilang, “Takut.”
“Kalau kamu punya teman orang Islam?”
“Punya, tapi dia nggak mau berteman dengan aku lagi. Aku nggak tahu,” kata Asima.
Kendati takut, Asima berharap bisa berhubungan baik dengan komunitas muslim. Beberapa kali, dia berdoa kepada Tuhan supaya kelompok muslim itu tidak jahat lagi.
“Ya Tuhan ampunilah dosa-dosa orang yang sudah mengganggu jemaatku. Tuhan, saya berdoa gereja saya tetap diperjuangkan bersama jemaat lainnya. Amin,” katanya menceritakan doanya.
Bagaimana pun ini Paskah, dan saatnya bersukacita. Asima mengaku senang merayakan Paskah meski kali ini harus di seberang Istana. Hati kecilnya ingin dia Paskah di gereja.
Asima tidak tahu bahwa diri dan jemaatnya berhak atas Paskah di gereja itu. Dia tidak tahu bahwa gerejanya sudah melewati proses banding dan dinyatakan sah. Dia tak tahu soal Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, yang pada 30 Maret 2011, menyatakan HKBP Filadelfia harus dibuka. Asima tidak tertarik membahas konstitusi atau hak azasi manusia. Asima tidak mengenal itu semua.
Asima hanya ingin menyapa Tuhan dari gerejanya. Bukan dari bawah payung seperti tadi siang, dan mungkin sejumlah siang lain yang dia tak tahu berapa lagi. ***
Untuk versi bahasa Inggris, klik A Girl Who Prays Under An Umbrella
Untuk anak-anak jemaat HKBP Filadelfia dan GKI Yasmin
Asima Rohana Panjaitan saat ibadah Paskah di seberang Istana Merdeka, Minggu (20/4) siang. |
Keringat meluncur di pipi anak perempuan itu, dan dia hanya melahap es krim. Rambut ikalnya dikepang dua, berkemeja pink, tulisan di topinya menjelaskan dari mana dia berasal: HKBP Filadelfia.
Siang terik di seberang Istana Merdeka, Minggu (20/4). Ini adalah tahun ketiga jemaat HKBP Filadelfia dan GKI Yasmin merayakan Paskah di depan kantor presiden. Masih tanpa jawaban. Tiga keranjang telur Paskah mengisi altar yang dibuat dari meja plastik lipat. Bendera merah putih dipasang di kanan altar. Untuk kesekian kali, bendera menyaksikan jemaat dua gereja ini beribadah di jalanan aspal, memakai kursi plastik, berpayung warna warni yang lebar untuk menangkal panas.
Puluhan orang dewasa sedang menyanyikan pujian kristiani. Sementara anak perempuan tadi hanya duduk di barisan belakang. Sesekali dia menoleh ke kanan kiri. Sesekali dia mengobrol dengan temannya yang sebaya.
Namanya Asima Rohana Panjaitan, 8 tahun, kelas 3 Sekolah Dasar. Saat saya ajak ngobrol, saya ketahui dia puteri Palti Panjaitan, pendeta Gereja HKBP Filadelfia. Kata Asima, ini kali keempat dirinya beribadah di seberang istana.
Usai ibadah dua jam, Asima dapat sebutir telur Paskah yang dihias mata boneka dan ornamen biru. Dia juga mengambil beberapa biskuit warna-warni dan makanan ringan lain. Telur itu dia genggam sementara saya ajak berbincang.
“Nggak apa-apalah capek. Yang penting buat mempertahankan gereja,” katanya.
“Memang gerejanya kenapa?”
“Gerejanya itu lagi digembok. Gak boleh gereja di sana.”
Asima tidak tahu kenapa gerejanya digembok. Dia hanya tahu ada kelompok muslim yang mengawasinya. Kelompok itu suka duduk-duduk di sekitar lokasi gereja.
Asima ingat sekali malam Natal yang buruk, ketika ayahnya dan jemaat Filadelfia akan misa Natal di gereja. Jemaat dihalangi kelompok intoleran.
“Papahku penuh sama lumpur, kotoran kerbau sama air kencing. Motornya penuh dengan kotoran. Dilempari telur busuk,” tambah Asima. Bahkan kitab sucinya ikut rusak. Dia melihat Alkitab yang jadi kotor dan bau.
Asima tidak tega melihat ayahnya diperlakukan demikian.
Pengalaman mengenal kelompok muslim intoleran membuat Asima tak punya pilihan lain selain takut. Asima mengaku kadang kesal dengan muslim. “Soalnya yang Islam itu kadang-kadang bikin papaku stres,” katanya.
Asima tidak mencap seluruh muslim sebagai jahat. Dia bilang ada sebagian kelompok muslim yang baik. Tapi sekeras apa pun Asima mencoba, dirinya tak nyaman kapan pun melihat orang berjilbab.
“Aku takut. (Dulu) kalau ada acara-acara (gereja) di dekat rumah, aku tutup muka nggak mau kelihatan. Perjalanan ke gereja didemo,” ceritanya.
Asima makin takut dengan kelompok muslim karena mereka telah menghujat ayahnya. Suaranya gemetar ketika menjelaskan.
“Terus papa sampai dibilang gini sama orang Islam, ‘Lihat aja itu nanti, akan mati dia. Mati. Yakin. Ya kan? Hore’,” ujarnya.
Asima bilang, “Takut.”
“Kalau kamu punya teman orang Islam?”
“Punya, tapi dia nggak mau berteman dengan aku lagi. Aku nggak tahu,” kata Asima.
Kendati takut, Asima berharap bisa berhubungan baik dengan komunitas muslim. Beberapa kali, dia berdoa kepada Tuhan supaya kelompok muslim itu tidak jahat lagi.
“Ya Tuhan ampunilah dosa-dosa orang yang sudah mengganggu jemaatku. Tuhan, saya berdoa gereja saya tetap diperjuangkan bersama jemaat lainnya. Amin,” katanya menceritakan doanya.
Bagaimana pun ini Paskah, dan saatnya bersukacita. Asima mengaku senang merayakan Paskah meski kali ini harus di seberang Istana. Hati kecilnya ingin dia Paskah di gereja.
Asima tidak tahu bahwa diri dan jemaatnya berhak atas Paskah di gereja itu. Dia tidak tahu bahwa gerejanya sudah melewati proses banding dan dinyatakan sah. Dia tak tahu soal Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, yang pada 30 Maret 2011, menyatakan HKBP Filadelfia harus dibuka. Asima tidak tertarik membahas konstitusi atau hak azasi manusia. Asima tidak mengenal itu semua.
Asima hanya ingin menyapa Tuhan dari gerejanya. Bukan dari bawah payung seperti tadi siang, dan mungkin sejumlah siang lain yang dia tak tahu berapa lagi. ***
Untuk versi bahasa Inggris, klik A Girl Who Prays Under An Umbrella
Untuk anak-anak jemaat HKBP Filadelfia dan GKI Yasmin
Ada translasinya dalam English/Deutsche?
ReplyDeleteAda, di sini :)
Deletewww.riotuasikal.com/2014/04/a-girl-who-prays-under-umbrella.html