Joget Telunjuk




"Menarinya yang benar," ujar seseorang dari belakangku. "Hah apa?" tanyaku. "Menarinya jangan main-main. Biar orang tahu kesenian Jawa Barat itu seperti apa," jelasnya tegas. Menemukan titik terang, kujawab saja ringkas, "saya pengunjung". Dan dia melipir menuju anak-anak seni binaannya yang baru saja berjoget seperti monyet.

Miskomunikasi barusan terjadi tepat Jumat (5/10) kemarin di Living History : I'm Proud to be Indonesia di Paris Van Java. Saat itu, saya dan 9 peserta lain sedang berdiri dekat panggung, bergilir berjoget untuk hadiah dari MC. Meski dia salah orang, bukan tanpa alasan dia menegurku tadi.

Baru satu menit sebelumnya adalah giliran saya. Saya yang tak begitu kenal joget tradisi Sunda, sekilas berpikir. Saya dapat ide. Maka saya angkat telunjuk tangan kanan saya tinggi-tinggi secara diagonal. Berhenti barang dua detik seperti penikmat disko 70an, dan penonton terkesiap. Dan saya menggoyang badan dan pinggul maju mundur dengan posisi tangan tetap. Ya, kau pasti tahu goyang telunjuk yang biasa dipakai bapak-bapak untuk goyang di kelurahan itu. Penonton terkekeh dan jelas saya tidak juara. 

Saya masih malu bila mengingatnya, jujur saja kini pun saya sedang cengar-cengir. Tapi apa pun yang saya lakukan saat itu memang tidak keren, terlebih bagi seorang pecinta budaya. Maaf ya, saya akan belajar lebih banyak deh. []

Comments