Kanti Walujo :
Masyarakat Tak Hargai Seni Wayang

Dr. Kanti Waluyo, M.Sc
Kesenian wayang tak asing bagi masyarakat Indonesia. Dalam wayang terkandung filosofi yang tinggi. Saling menghargai, jujur, adil, tanggung jawab, dan loyal kepada negara, adalah nilai universal yang diusung wayang.

Kini masyarakat Indonesia terkesan melupakan keberadaan wayang. Banyak anak muda yang tidak paham tentang wayang itu sendiri. Bahkan separuh dari 40 jenis wayang yang berasal dari Pulau Jawa sudah punah. Hal ini menjadi fakta ironis mengingat wayang Indonesia ditetapkan UNESCO sebagai kebudayaan yang mengagumkan pada 7 November 2003.

“Karena kita tidak menghargai, bahkan banyak anak muda yang tidak mengerti wayang itu apa.” ucap doktor komunikasi Unpad Kanti Walujo saat ditanya mengenai penyebab punahnya beberapa jenis wayang. Baginya, saat ditemui di Hotel Jayakarta Bandung, Jumat (12/11) sore, kepedulian masyarakat Indonesia pada wayang harus ditingkatkan.

Perkenalan Kanti dengan wayang tidaklah biasa. Dia mengenal wayang pertama malah di Amerika. Kanti bercerita, “Saat itu saya menonton Sendratari Ramayana, yang memainkannya orang Jepang dan Amerika. Namun, guru mereka adalah orang Jawa. Saya merasa kecelek saat itu.” Dari situlah Kanti belajar wayang. Sampai Kanti menulis disertasi tentangnya.

Bagi Kanti yang mendalami komunikasi tradisional ini, budaya sepatutnya diajarkan. Misalnya di Jepang di mana siswa sekolah dasar diajari sejenis gamelan. Hal itu bertujuan meredam emosi harakiri (bunuh diri). Menurut Kanti, alat itu mirip gamelan Jawa. Dia mengilustrasikan, “Coba kita dengarkan gamelan Jawa, adem ayem, mau ngamuk juga enggak jadi.”

Dia menegaskan pengajaran wayang pada generasi muda patut dilakukan. Kanti pun menyambut baik pengajaran medalang bagi anak muda di Palembang. Program itu digagas pemerintah Palembang dengan bantuan dari UNESCO dan kerjasama dengan Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia.

Bagi Kanti, pembelajaran wayang di sekolah adalah keharusan. Agar anak-anak muda mengerti budayanya sendiri, ungkapnya. Selain itu, internet pun harus diberdayakan. Hal itu karena berdasarkan penelitian di Yogyakarta, banyak sekali anak-anak muda yang mengenal wayang melalui internet. Dari iseng-iseng ternyata malah tertarik. Soal pameran dan pementasan pun perlu, namun menurutnya hal itu takkan berpengaruh banyak pada anak muda.

Saat ini informasi soal wayang seperti pertunjukan dan lainnya sulit didapat. Bagi Kanti, kurangnya daya kenal masyarakat dan informasi wayang bukanlah salah pemerintah sepenuhnya. Meski demikian ia mendorong pemerintah memberdayakan internet sebagai media publikasi. “Masyarakat juga harus dididik sebagai penonton wayang,” tegasnya.

Bagi Kanti, penyebaran informasi lewat wayang amat efektif. Hal ini dibuktikan oleh pemerintah yang menyampaikan informasi dengan wayang sulu pada 1955. “Tokoh-tokoh yang digunakan itu Soekarno kemudian Pak RT beserta warga-warganya. Karena belum ada televisi, penyampaian melalui wayang ini efekti,” papar wanita ini.

Comments

  1. Kanti, dimana sekarang? Apa kabar?
    Saya sudah di Bukittingg Sumatera Barat

    ReplyDelete

Post a Comment

Mari berbagi pemikiran