Merasa Gagal Jadi Manusia Lintas Budaya


Selasa (17/7) lalu saya hadiri sebuah seminar internasional di Unisba, temanya  Socio-Cultural Communication Between East and West (SCCEW). Seminarnya seru sekali, dengan 6 pembicara yang keren sekali. Ada  dua akademisi, ada pula empat perwakilan duta besar selaku praktisi.

Salah satu pembicara yang hadir adalah HE Mr. Mustafa ibn Ibrahim. Dia adalah duta besar berkuasa penuh untuk Indonesia (asli loh). Usianya nampak sudah tua, terlihat dari janggutnya yang putih dan sekitar matanya yang keriput. Meski sudah tua, dia tetap terlihat bertenaga. Dia hadir dengan seorang penerjemah namanya Mr. Mahmud.

Dia jadi pembicara pertama di sesi kedua. Dengan judul pidato Low Level Working Class in the Perspective of Saudi, dia membuka pidatonya dengan bahasa Inggris dialek Arab. Dia lantas izin berpidato dengan bahasa Arab. Dia akan berhenti beberapa kali untuk memberikan kesempatan pada Mr. Mahmud untuk menyampaikan terjemahannya.

Dia menegakkan beberapa lembar kertas yang ternyata teks pidatonya. Dia membacanya dengan kepala menunduk ke bawah. Bagi saya, itu tak jauh dengan sesi doa dalam khutbah Jumat. Benar-benar terdengar sama. Saya dan teman saya Sidik bergurau dengan mengangkat tangan dan mengucap amin berkali-kali. Dosen Komunikasi Lintas Budaya saya, Bu Iin Rahmi, sempat menoleh. Melihatnya, saya sadar bahwa saya tak patut melakukan itu.

Hehe maaf, Bu.

Mendengar masalah TKI, teman Bu Iin, Om Aska Leonardi bahkan bilang seminar itu malah tampak seperti pelatihan TKI. “Kamu ditempatin di mana?” tanya dia ke saya. “Saya mau di Yaman, om di mana?”. “Saya di Dubai,” katanya. Kami lantas cekikikan.

Candaan kami berlanjut. Saya mengatakan bahwa HE Mr. Mustafa mirip dengan bintang iklan Tolak Angin. Saya menirukan dengan logat Arab, “syukron Tolak Angin, syukron Indonesia”. Kami lantas cekikikan lagi.

Dan kini saya sadar bahwa itu semua tidak patut.

Di akhir tulisan ini saya ingin minta maaf pada HE Mr. Mustafa ibn Ibrahim. Saya tahu saya tidak patut menertawakan Anda atas faktor budaya.

Saya, yang mencintai Komunikasi Lintas Budaya dan berniat jadi pengajar mata kuliah itu, merasa gagal jadi makhluk lintas budaya. Apalagi saya dapat A untuk KLB, juga  baca enam buku KLB, tapi kenapa masih mengidap etnosentris. Semoga kelak saya tidak menertawakan budaya orang.

Afwan Yaa Mr. Mustafa ibn Ibrahim []


Comments

  1. ngga kebayang waktu rio nyontohin yg tolak angin arab itu hahaha
    hayoo diperbaiki lagi biar ngga merasa gagal jadi manusia lintas budayanya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ahaha jgn dibayangin dong mpi :p
      haha makasih doanya, makasih juga kunjungannya :)

      Delete

Post a Comment

Mari berbagi pemikiran