Seminar 'East & West':
HE Mr. Mustafa Ibn Ibrahim Ibn Al-Mubarak



Selasa lalu saya hadiri sebuah seminar internasional di Unisba, temanya Socio-Cultural Communication Between East and West (SCCEW). Seminarnya seru sekali, dengan 6 pembicara yang keren sekali. Ada  dua akademisi, ada pula empat perwakilan duta besar selaku praktisi.

Di tulisan sini saya akan bercerita tentang Duta Besar Saudi Arabia HE Mr. Mustafa ibn Ibrahim, yang jadi salah satu pembicara. Dia adalah duta besar berkuasa penuh untuk Indonesia (asli loh). Usianya nampak sudah tua, terlihat dari janggutnya yang putih dan sekitar matanya yang keriput. Meski sudah tua, dia tetap terlihat bertenaga. Badannya tinggi sekali, Prof. Deddy bahkan tidak sampai sepundaknya. Dia memakai baju gamis putih, lengkap dengan kain surban yang diletakkan di kepala. Oh ya, dia hadir dengan seorang penerjemah namanya Mr. Mahmud.


Dia jadi pembicara pertama di sesi kedua. Dia membuka pidatonya dengan bahasa Inggris dialek Arab. Dia lantas izin berpidato dengan bahasa Arab. Dia akan berhenti beberapa kali untuk memberikan kesempatan pada Mr. Mahmud untuk menyampaikan terjemahannya. Ini dia yang dia sampaikan:

HE Mr. Mustafa dan Mr. Mahmud bicara secara bergantian. Secara umum isi pidatonya adalah bahwa pemerintah Arab Saudi telah membentuk hukum-hukum mengenai tenaga kerja. Tak ada pembedaan antara warga Arab dan warga asing, semua pekerja dianggap sama. “Saudi Arabia adalah negara dengan pekerja asing terbanyak, mana mungkin kami tidak peduli,” ujar Mr. Mahmud menerjemahkan perkataan HE Mr. Mustafa. Bahkan, tambah Mr. Mahmud, beberapa warga Arab merasa pemerintah terlalu berpihak pada pekerja asing.

Dalam tanya jawab*, HE Mr. Mustafa bilang jangan hanya karena satu-dua kasus dan lantas mencap Arab kejam terhadap pekerja asing. Masih banyak pekerja asing yang sukses dan hidup baik di Arab. Malahan ada pekerja asing yang menikah dengan warga Arab dan tinggal di sana sampai mati.

Merespon pertanyaan tentang bagaimana Saudi Arabia menanggapi tuduhan tentang Wahabisme yang berkembang di sana, HE Mr. Mustafa bilang Indonesia memiliki cukup banyak ulama dan cendikiawan yang pintar. “Saya,” kata HE Mr. Mustafa “takkan membantah, biarkan ulama dan cendikiawan Indonesia sendiri yang membantahnya.”

Peserta lain lalu bertanya tentang kehidupan umat agama lain di sana. HE Mr. Mustafa bilang semuanya baik-baik saja. Ada pekerja Hindu dari India dan pekerja Katholik dari Filipina, semuanya baik-baik saja.

Saat ditanya kenapa di Saudi Arabia tak boleh ada rumah ibadah agama lain, HE Mr. Mustafa membandingkannya dengan Vatikan. Sesaat sebelum menerjemahkan, Mr. Mahmud bahkan sempat tertawa kecil. Dari terjemahan Mr. Mahmud, HE Mr. Mustafa bercerita, “Raja Saudi Arabia pernah ditanya hal itu oleh Paus Vatikan. Raja Saudi balik bertanya pada Paus Vatikan, ‘apa boleh bangun masjid di Vatikan?’ Paus Vatikan bilang, ‘tidak’. Lalu Raja Saudi Arabia bilang, ‘Arab adalah Vatikannya orang Islam’”. Sontak mayoritas peserta seminar bertepuk tangan.

Apa yang saya dapat dari sesi bersama HE Mr. Mustafa adalah sangat membuka pemikiran. Benar juga bahwa media Indonesia terlalu membesarkan kasus yang hanya beberapa. Bahwa kerajaan Saudi Arabia sudah berusaha untuk melindungi pekerja asing, itu harus diacungi jempol. []

Catatan kecil: Benar apa yang dikatakan Bu Iin pada kuliah KLB tahun 2011 lalu yakni bahwa orang Arab sangat ekspresif dalam komunikasi. Meski badannya kecil, intonasi Mr. Mahmud sangat semangat dan berapi-api, tangannya pun pergi ke sana ke mari. Bagi mayoritas orang Indonesia, perilaku seperti itu terkategori lebay.
___________________________
*Oh ya, tambahan saja, saat sesi tanya jawab, seorang bapak bertanya. Saya takkan membahas pertanyaannya, tapi cara bertanyanya. Percaya atau tidak, dia bertanya dalam bahasa Arab. Ya, bahasa Arab penuh! Tak ada tepuk tangan yang ia dapat, bahkan dari mahasiswa Unisba sekali pun. Saya kira memang lebay untuk pamer kemampuan di seminar umum. Beruntung Mr. Mahmud tanggap, ia langsung menerjemahkan. Pak Rahmat yang jadi moderator terlihat kalem saja, karena ia juga tidak mengerti bahasa Arab.


Comments