#Lightchestra: Wow! Pesta Laser di Tengah Rimba
Menikmati alunan musik ajojing dan gemerlap lampu di diskotek adalah hal biasa. Tapi bagaimana bila ini terjadi di tengah hutan? Ya betul, di tengah hutan. Anda jangan kaget dulu ya, karena ini memang terjadi di Bandung kita tercinta. Inilah gelaran Lightchestra. Seperti apa suasananya? Ingin tahu diskotek ala hutan ini? Mari ikuti jalan-jalan saya di Babakan Siliwangi, Sabtu (7/7) kemarin.
Lambang gelaran Helarfest dan sub kegiatan Lighchesta |
Lampu sorot itu silau sekali. Cukup silau untuk membuat Anda menyipitkan pandangan. Lampu itu menyorot mata saya yang baru melewati jalanan gelap, menerangi sekitar yang terlihat dipenuhi mobil dan orang-orang yang bercengkerama. Pemandangan yang sangat jarang terjadi di hutan tengah kota ini.
Saya mengikuti lampu sorot yang ternyata menandai jalan masuk, lalu menyusuri jalan setapak tanah yang sama dengan minggu lalu. Tapi kali ini ada yang berbeda. Ada lampu sorot dengan cahaya kuning kemerahan yang ditempatkan di kanan kiri jalan, berjarak sekitar 2 meter dari satu ke lainnya. Cahayanya mewarnai akar tanaman yang menjuntai, membentuk jalur merah yang menuntun kita berjalan di tengah rimba. Jalan masuk bersuhu dingin itu mendadak mendapat kehangatan dari sorot lampu yang menerpa kulit.
Area pintu masuk |
Di satu belokan saat akar sampai ke wajah kita, giliran kabel neon warna biru yang membimbing kita. Neon biru itu tertidur di sepanjang forestwalk, meliuk-liuk memberi pendar biru pada kaki setiap pengunjung yang lewat, siap mengantarkan kita hingga ke panggung utama, tempat ratusan orang berkumpul menonton pertunjukan musik.
Tapi sebelum saya ke panggung, saya sejenak terkesima manakala sampai di area yang lebih lenggang. Di situ, pohon-pohon terlihat amat jelas. Sepintas saya seperti di diskotek, masing-masing pohon di situ diwarnai lampu sorot dari bawah, ada pohon yang diwarnai kuning, ada yang hijau, ada pula ungu. Warna-warna itu dipasang acak, membuat pepohonan itu menjadi deretan warna-warni. Suasana makin semarak dengan beragam sorotan laser merah dan hijau yang saling berlomba membikin dedaunan di atas jadi ramai. Laser-laser itu kelap kelip, bergeser, muncul hilang. Sedang di jalan setapak tadi, warna biru dari neon tetap menegaskan jalur.
Tapi sebelum saya ke panggung, saya sejenak terkesima manakala sampai di area yang lebih lenggang. Di situ, pohon-pohon terlihat amat jelas. Sepintas saya seperti di diskotek, masing-masing pohon di situ diwarnai lampu sorot dari bawah, ada pohon yang diwarnai kuning, ada yang hijau, ada pula ungu. Warna-warna itu dipasang acak, membuat pepohonan itu menjadi deretan warna-warni. Suasana makin semarak dengan beragam sorotan laser merah dan hijau yang saling berlomba membikin dedaunan di atas jadi ramai. Laser-laser itu kelap kelip, bergeser, muncul hilang. Sedang di jalan setapak tadi, warna biru dari neon tetap menegaskan jalur.
Area tengah |
Saya mengikuti neon biru lagi, menuju panggung di lapang yang biasanya dipakai adu ketangkasan domba. Ratusan orang berkeliling di situ, ada yang duduk di tribun, ada yang lesehan di rumput, ada yang duduk di pagar, semuanya mendengarkan alunan musik. Di panggung saat itu ada penampilan dari grup yang kental nuansa deathmetal. Penampilan mereka dihiasi sorot lampu yang bergantian ritmis. Panggung malam itu diisi dengan penampilan belasan band indie dan berakhir pukul 10 malam.
Kembali ke lapang, di sini ada yang berpromosi, mereka menawarkan sebuah kantong gratis yang bisa dilipat jadi sebesar dompet. Hanya dengan satu syarat yakni menukarnya dengan keresek. Saya yang sudah tidak memakai keresek terpaksa mencari dulu di sekitar. Untung hutan itu masih sedikit bersampah, saya pun akhirnya dapat kantong itu. Sebelum dibawa, kantong itu harus digambari dengan cat yang disediakan mereka. Orang-orang menggambar beragam, mulai bunga warna-warni, sampai wajah kucing. Saya yang bingung akhirnya menggambar kumis Hitler yang ringkas saja. Oh ya, mereka pun kampanye diet kantong plastik dengan mengeluarkan maskot monster keresek.
Kantong kain gratis dalam bentuk dompet |
Tas karya saya |
Monster keresek |
Sebagai informasi, acara ini adalah rangkaian Helarfest 2012 yang diadakan oleh Bandung Creative City Forum. Tahun ini mereka mengampanyekan kecintaan terhadap ruang publik, salah satunya hutan kota Babakan Siliwangi ini. Selanjutnya akan ada festival kuliner di Sabuga pada Agustus, lalu Kampung Kreatif di Tamansari pada September, dan ditutup di sungai Cikapundung pada Oktober. Bandung ini memang kota kreatif tiada habis! []
Comments
Post a Comment
Mari berbagi pemikiran